Melati duduk disamping Dion yang sedang memainkan pianonya. Suaranya yang merdu dan lembut terdengar disebagian ruangan rumah Dion. Dion begitu lincah memainkannya. Melati memperhatikan jemari Dion yang berpindah-pindah menekan tuts piano. Dia senang melihat cowok itu bermain piano. Sebenarnya, dia ingin bisa bermain piano seperti Dion, tetapi tidak bisa, walaupun Dion sudah mengajarinya. Beberapa menit kemudian, Dion sudah selesai memainkan pianonya.
“Horreee……!!!!!” ucap Melati kepada Dion sambil menepukkan tangannya.
“Nah, sekarang kamu yang main!” pinta Dion
“Hah? Aku? Aku kan gak bisa.”
“Ayolah… Please…!”
“Ok. Tapi jangan protes ya…” Melati memberi syarat.
Dion hanya menganggukkan kepala.
Saat Melati mulai memainkannya, Dion tersenyum-senyum sendiri melihat permainan Melati yang begitu kacau. Melati menyadari bahwa Dion menertawakannya. Ia pun menghentikan permainannya dan matanya melotot kepada Dion.
“Kenapa ketawa?” Tanya melati
“Abis kamu mainnya aneh.” Dion menjawab sambil masih tersenyum-senyum.
“Huh! Tuh kan, protes!” melati berkata sebal.
“Salah sendiri, udah diajarin bertahun-tahun tetep aja ga bisa. Payah!” Balas Dion dengan sebal pula.
“Payah? Enak aja! Awas ya… sekali lagi kamu ngomong aku payah, aku jitak kamu!” ancaman meluncur tiba-tiba dari mulut Melati.
“Oh…gitu ya…” balas Dion santai. “Payah!” tambahnya.
“Dion… Ih…! Nyebelin banget sih!” melati ngomel-ngomel
“Ye… yerserah donk!” Dion tertawa terbahak-bahak mendengar omelan Melati.
Teettt…… teettt……!!!!!
Huh! Akhirnya… Jam istirahat yang ditunggu-tunggu tiba. Murid-murid SMP Kartika berhamburan meninggalkan ruang kelas yang dianggapnya sebagai penjara. Begitu juga dengan Dion dan Melati. Walaupun mereka anak yang pandai, tetapi mereka tidak suka berlama-lama ada di kelas. Ruang kelas sering membuat mereka bosan.
Dion dan Melati yang kebetulan satu kelas keluar bersama-sama menuju ke taman sekolah. Ternyata, kedua sahabatnya juga sudah ada di sana.
“Hai…!” sapa Melati. Kemudian dia duduk disebelah kedua sahabatnya, diikuti oleh Dion.
“Hai juga Mel, Yon…!” balas Fanya dan Monika.
“Eh, kalian bertiga udah diajari Fisika yang bab Elemen dan Arus listrik apa belum?” Monika bertanya.
“Oh… itu, tadi barusan dijelasin.” jawab Dion.
“Aduhhh… aku bener-bener gak paham. Lagian gurunya aneh-aneh aja. Ngasih pelajaran yang gituan. Emangnya kita ini tukang listrik apa?” Monika ngomel panjang lebar.
Mereka berempat asyik berbincang-bincang membicarakan berbagai macam hal. Dan tak jarang mereka tertawa bila menjumpai suatu hal yang lucu.
Jam demi jam terlewati. Dan akhirnya, tibalah pada saat yang paling menggembirakan, yaitu saat pulang sekolah. Fanya dan Monika berjalan pulang. Melati sudah pulang terlebih dahulu bersama Dion. Katanya, mereka ingin pergi ke toko buku. Kebetulan rumah Fanya dan Monika berdekatan dengan sekolah jadi, mereka berdua cukup berjalan kaki saja. Didalam perjalanan, Monika bercerita kepada Fanya bahwa sebenarnya, dia menyukai Dion, sahabatnya sendiri. Fanya tersentak kaget mendengarnya.
“Hah? Apa? Kamu suka Dion? Yang bener aja? Sejak kapan kamu suka dia?” Fanya melontarkan beribu pertanyaan kepada Monika ( eh, tapi sebenernya gak sampai seribu sih… ).
“Ya. Aku suka Dion. Dan perasaan ini udah berlangsung lama.”
“Dion tau gak?” Tanya Fanya lagi.
“Gak. Dion gak tau. Aku belum pernah mengungkapkannya.”
“Dan sekarang, kamu ingin Dion tau?”
“Ya. Aku nggak mau memendam perasaan ini lebih lama lagi.” Jawab Monika.
“Ok. Aku akan bantu kamu mencari waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanmu itu.” Kata Fanya.
Monika tersenyum senang karena Fanya mau membantunya.
Melati, Dion, Fanya, dan Monika berkumpul bersama di rumah Melati. Kebetulan malam itu adalah malam Minggu jadi mereka bisa bersenda gurau bersama sepuasnya. Malam itu, Fanya teringat akan janjinya bahwa dia akan membantu Monika mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan Dion. “Ya, malam ini adalah malam yang tepat.” Batinnya.
Fanya mengajak Melati untuk membeli sesuatu di luar. Awalnya Melati tidak mau, tetapi dengan sedikit dorongan dari Fanya, Melati akhirnya mau menemaninya pergi dan meninggalkan Dion bersama Monika. Setelah Melati dan Fanya meninggalkan Dion dan Monika , mereka berdua lebih banyak diam. Namun, lama-kelamaan mereka berdua terlihat akrab.
Teetttt……!!!! Teetttt……!!!!
Bel istirahat berbunyi. Melati, Dion, Fanya, dan Monika berkumpul bersama di taman seperti biasa. Ketika mereka masih bersenda gurau bersama, tiba-tiba Fanya menarik tangan Melati. Melati langsung ngomel-ngomel.
“Fanya, ih! Apa-apaan sih!”
“Ikut yuk!” ajak Fanya.
“Kemana?” Tanya Melati.
“Ke kantin, aku laper nih!” Fanya kembaki menarik tangan Melati. Kali ini Melati hanya bisa pasrah ditarik oleh Fanya.
Fanya dan Melati kembali meninggalkan Dion dan Monika berdua. Tapi kali ini mereka tidak saling diam. Pada akhirya, Monika mengucapkan hal yang membuat Dion kaget. Monika mengungkapkan perasaannya kepada Dion. Dion sempat terdiam sebentar kemudian dia menganggukkan kepalanya. Monika tidak mengerti apa maksud dari anggukan Dion.
“Maksud kamu apa?” Tanya Monika.
“Apa apanya?” balas Dion.
“Maksud kamu ngangguk-ngangguk kepala itu apa?” monika mengulangi pertanyaanya.
“Oh… itu? Ya. Aku juga sayang kamu.” Kata Dion.
“Hah? Yang bener? Terus, berarti sekarang kita pacaran?”
“Ya.” Kata Dion singkat. Namun jawaban singkat itu dapat membuat Monika bahagia.
Sudah satu minggu Dion dengan Monika pacaran. Awalnya Melati tidak mempermasalahkan hal ini. Tapi lama kelamaan Melati tidak suka Dion dan Monika berpacaran. Karena sejak saat itu, Dion jarang sekali bermain bersama Melati. Dion lebih sering bersama dengan Monika. Hal itu membuat Melati merasa dilupakan oleh Dion. “Dion sudah tidak peduli lagi denganku,” katanya dalam hati.
Sedikit demi sedikit Melati mulai berubah. Dia mulai menjauhi Monika dan Dion. Ketika Melati sedang ngobrol dengan Fanya, Dion dan Monika datang. Namun tiba-tiba Melati berlari meninggalkan mereka tanpa sepatah katapun. Ketiga sahabatnya bingung melihat Melati yang bersikap aneh.
“Eh, kamu nyadar nggak?” Tanya Monika.
“Nyadar apa?” Sela Fanya.
“Ye… aku belum selesai ngomong kali……” jawab Monika.
“Ok, ok, sorry…”
“Kamu nyadar nggak kalo sekarang Melati berubah banget gitu…?” Tanya Monika sekali lagi.
“Oh… itu… iya, iya, aku juga ngerasa gitu kok!” jawab Fanya.
“Emmm… ya, bener banget, aku juga ngeresa kok!” Dion tiba-tiba ikut nimbrung.
“Kira-kira kenapa ya?” Tanya Dion.
“I don’t know!” sahut Fanya.
Di dalam kamar, Melati menangis mengingat semua kenangan indah bersama Dion. Melati ingin semua itu dapat terulang kembali. Tapi dia juga tau, itu tidak mungkin terjadi. “Aku tau aku harus merelakannya. Dion dan Monika sahabatku. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku,” katanya dalam hati. “Tapi aku nggak mau kehilangan Dion. Aku nggak mau Dion jauh dari aku. Dion adalah orang yang dapat mengerti aku, bisa menerima segala kekurangan dan kelebihanku. Tapi tunggu dulu. Kenapa aku nggak suka liat Dion sama Monika? Apakah aku cemburu? Mungkinkah aku cinta dengan Dion?” beberapa pertanyaan bodoh tiba-tiba muncul dalam benak Melati.
Kemudian Melati meraih hpnya. Dia memutar lagu “Tega”. Suara Rossa yang indah mengalun dari hpnya.
Tega…… aku tau dirimu kini
Telah ada yang memiliki
Tapi bagaimanakah dengan diriku
Tak mungkinku sanggup untuk
Kehilangan dirimu
Aku tau bukan saatnya
Tuk mengharap cintamu lagi
Lagu itu seakan mewakili suasana hati Melati saat ini. Tapi kemudian dia mematikannya karena tak kuat untuk mendengarnya lagi. Hari semakin malam, setelah Melati berhenti menangis, dia tertidur.
Hari ini Melati meminta Fanya untuk menemaninya berjalan-jalan di Mall. Melati ingin melupakan kejadian semalam. Namun saat melati sedang berjalan-jalan, tiba-tiba dia melihat Dion dan Monika sedang memilih-milih buku yang ada di Mall itu. Tanpa piker panjang, Melati menghampiri Dion dan Monika. Fanya mengikuti langkah Melati dari delakang.
“Hai!” Melati menyentuh pundak Dion.
“Eh Mel, kamu disini?” Tanya Dion.
“Iya.” Jawab Melati singkat.
Setelah beberapa detik mereka terdiam, Melati mulai berbicara lagi.
“Cyaelah… selamay ya Yon, kamu udah dapet pasangan baru, kemana-mana bareng, sampai-sampai sahabatnya sendiri dilipain,” kata Melati dengan nada sedih.
“Mel? Kamu ngomong apa sih?” Tanya Dion bingung.
“Kamu udah lupakan sama aku.”
“Nggak kok!” kata Dion.
“Bohong! Buktinya, sekarang kamu udah nggak pernah lagi main sama aku. Bodoh banget kalo aku berpikir kamu sahabat yang baik. Ternyata aku salah!”
“Heh?” Dion masih bingung.
“Dion, aku bener-bener kehilangan kamu sejak kamu pacaran sama Monika. Kamu nggak pernah lagi memikirkanku. Dion aku sayang sama kamu, aku nggak mau kamu pergi dari hidupku.”
Dion kaget mendengarnya, namun Melati tidak member Dion kesam patan untuk berbicara. Melati langsung melanjutkan lagi kata-katanya.
“Tapi sekarang aku tau. Kamu ndah punya Monika. Kamu nggak butuh aku lagi sekarang. Dan aku janji aku nggak akan ganggu hubunganmu dengan Monika. Aku seneng liat kamu bahagia, dan jika ini yang membuatmu bahagia, aku akan pergi. Pergi dan nggak akan pernah kembali lagi.”
“Mel, kamu salah… aku nggak bermaksud kaya gitu,” kata Dion.
Belum sempat Dion melanjutkan kata-katanya, Melati sudah berlari meninggalkan Dion dan kedua sahabatnya yang sedari tadi bungkam mendengarkan percakapan Dion dan Melati.
Melati terus berlari, dia tidak ,memperhatikan keadaan sekitarnya. Saat dia menyebrang jalan, tiba-tiba ada mobil yang melesat cepat dari arah kanan dan akhirnya “BRRAAAKK!!!!” mobil itu berhasil merenggut nyawa Melati.
Beberapa hari setelah kematian Melati, Dion mengunjungi makamnya sambil membawa sekeranjang bunga melati.
“Hai Mel, ini aku Dion,” sapa Dion. “Aku kesini untuk minta maaf sama kamu. Maaf karena aku udah cuek sama kamu, maaf karena aku udah nyakiti perasaanmu, maaf karena… aku nggak bisa buat kamu bahagia. Aku nyesel udah memperlakukanmu seperti itu, aku harap kamu mau maafin aku, walaupun aku tau, ini semua sudah terlambat,” Dion menghela nafas lemudian dia melanjutka kata-katanya lagi. “Mel, kamu akan tetap jadi sahabatku. Sahabat yang terbaik untukku. Walaupun kamu udah nggak ada lagi disini, tapi semua kenangan tentangmu akan aku simpan baik-baik dalam ingatan dan hatiku Aku nggak akan pernah melupakanmu. I LOVE YOU MELATI, YOU ARE MY BEST FRIEND.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Dion pergi meninggalkan makam Melati.
»» READMORE...
“Horreee……!!!!!” ucap Melati kepada Dion sambil menepukkan tangannya.
“Nah, sekarang kamu yang main!” pinta Dion
“Hah? Aku? Aku kan gak bisa.”
“Ayolah… Please…!”
“Ok. Tapi jangan protes ya…” Melati memberi syarat.
Dion hanya menganggukkan kepala.
Saat Melati mulai memainkannya, Dion tersenyum-senyum sendiri melihat permainan Melati yang begitu kacau. Melati menyadari bahwa Dion menertawakannya. Ia pun menghentikan permainannya dan matanya melotot kepada Dion.
“Kenapa ketawa?” Tanya melati
“Abis kamu mainnya aneh.” Dion menjawab sambil masih tersenyum-senyum.
“Huh! Tuh kan, protes!” melati berkata sebal.
“Salah sendiri, udah diajarin bertahun-tahun tetep aja ga bisa. Payah!” Balas Dion dengan sebal pula.
“Payah? Enak aja! Awas ya… sekali lagi kamu ngomong aku payah, aku jitak kamu!” ancaman meluncur tiba-tiba dari mulut Melati.
“Oh…gitu ya…” balas Dion santai. “Payah!” tambahnya.
“Dion… Ih…! Nyebelin banget sih!” melati ngomel-ngomel
“Ye… yerserah donk!” Dion tertawa terbahak-bahak mendengar omelan Melati.
Teettt…… teettt……!!!!!
Huh! Akhirnya… Jam istirahat yang ditunggu-tunggu tiba. Murid-murid SMP Kartika berhamburan meninggalkan ruang kelas yang dianggapnya sebagai penjara. Begitu juga dengan Dion dan Melati. Walaupun mereka anak yang pandai, tetapi mereka tidak suka berlama-lama ada di kelas. Ruang kelas sering membuat mereka bosan.
Dion dan Melati yang kebetulan satu kelas keluar bersama-sama menuju ke taman sekolah. Ternyata, kedua sahabatnya juga sudah ada di sana.
“Hai…!” sapa Melati. Kemudian dia duduk disebelah kedua sahabatnya, diikuti oleh Dion.
“Hai juga Mel, Yon…!” balas Fanya dan Monika.
“Eh, kalian bertiga udah diajari Fisika yang bab Elemen dan Arus listrik apa belum?” Monika bertanya.
“Oh… itu, tadi barusan dijelasin.” jawab Dion.
“Aduhhh… aku bener-bener gak paham. Lagian gurunya aneh-aneh aja. Ngasih pelajaran yang gituan. Emangnya kita ini tukang listrik apa?” Monika ngomel panjang lebar.
Mereka berempat asyik berbincang-bincang membicarakan berbagai macam hal. Dan tak jarang mereka tertawa bila menjumpai suatu hal yang lucu.
Jam demi jam terlewati. Dan akhirnya, tibalah pada saat yang paling menggembirakan, yaitu saat pulang sekolah. Fanya dan Monika berjalan pulang. Melati sudah pulang terlebih dahulu bersama Dion. Katanya, mereka ingin pergi ke toko buku. Kebetulan rumah Fanya dan Monika berdekatan dengan sekolah jadi, mereka berdua cukup berjalan kaki saja. Didalam perjalanan, Monika bercerita kepada Fanya bahwa sebenarnya, dia menyukai Dion, sahabatnya sendiri. Fanya tersentak kaget mendengarnya.
“Hah? Apa? Kamu suka Dion? Yang bener aja? Sejak kapan kamu suka dia?” Fanya melontarkan beribu pertanyaan kepada Monika ( eh, tapi sebenernya gak sampai seribu sih… ).
“Ya. Aku suka Dion. Dan perasaan ini udah berlangsung lama.”
“Dion tau gak?” Tanya Fanya lagi.
“Gak. Dion gak tau. Aku belum pernah mengungkapkannya.”
“Dan sekarang, kamu ingin Dion tau?”
“Ya. Aku nggak mau memendam perasaan ini lebih lama lagi.” Jawab Monika.
“Ok. Aku akan bantu kamu mencari waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanmu itu.” Kata Fanya.
Monika tersenyum senang karena Fanya mau membantunya.
Melati, Dion, Fanya, dan Monika berkumpul bersama di rumah Melati. Kebetulan malam itu adalah malam Minggu jadi mereka bisa bersenda gurau bersama sepuasnya. Malam itu, Fanya teringat akan janjinya bahwa dia akan membantu Monika mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan Dion. “Ya, malam ini adalah malam yang tepat.” Batinnya.
Fanya mengajak Melati untuk membeli sesuatu di luar. Awalnya Melati tidak mau, tetapi dengan sedikit dorongan dari Fanya, Melati akhirnya mau menemaninya pergi dan meninggalkan Dion bersama Monika. Setelah Melati dan Fanya meninggalkan Dion dan Monika , mereka berdua lebih banyak diam. Namun, lama-kelamaan mereka berdua terlihat akrab.
Teetttt……!!!! Teetttt……!!!!
Bel istirahat berbunyi. Melati, Dion, Fanya, dan Monika berkumpul bersama di taman seperti biasa. Ketika mereka masih bersenda gurau bersama, tiba-tiba Fanya menarik tangan Melati. Melati langsung ngomel-ngomel.
“Fanya, ih! Apa-apaan sih!”
“Ikut yuk!” ajak Fanya.
“Kemana?” Tanya Melati.
“Ke kantin, aku laper nih!” Fanya kembaki menarik tangan Melati. Kali ini Melati hanya bisa pasrah ditarik oleh Fanya.
Fanya dan Melati kembali meninggalkan Dion dan Monika berdua. Tapi kali ini mereka tidak saling diam. Pada akhirya, Monika mengucapkan hal yang membuat Dion kaget. Monika mengungkapkan perasaannya kepada Dion. Dion sempat terdiam sebentar kemudian dia menganggukkan kepalanya. Monika tidak mengerti apa maksud dari anggukan Dion.
“Maksud kamu apa?” Tanya Monika.
“Apa apanya?” balas Dion.
“Maksud kamu ngangguk-ngangguk kepala itu apa?” monika mengulangi pertanyaanya.
“Oh… itu? Ya. Aku juga sayang kamu.” Kata Dion.
“Hah? Yang bener? Terus, berarti sekarang kita pacaran?”
“Ya.” Kata Dion singkat. Namun jawaban singkat itu dapat membuat Monika bahagia.
Sudah satu minggu Dion dengan Monika pacaran. Awalnya Melati tidak mempermasalahkan hal ini. Tapi lama kelamaan Melati tidak suka Dion dan Monika berpacaran. Karena sejak saat itu, Dion jarang sekali bermain bersama Melati. Dion lebih sering bersama dengan Monika. Hal itu membuat Melati merasa dilupakan oleh Dion. “Dion sudah tidak peduli lagi denganku,” katanya dalam hati.
Sedikit demi sedikit Melati mulai berubah. Dia mulai menjauhi Monika dan Dion. Ketika Melati sedang ngobrol dengan Fanya, Dion dan Monika datang. Namun tiba-tiba Melati berlari meninggalkan mereka tanpa sepatah katapun. Ketiga sahabatnya bingung melihat Melati yang bersikap aneh.
“Eh, kamu nyadar nggak?” Tanya Monika.
“Nyadar apa?” Sela Fanya.
“Ye… aku belum selesai ngomong kali……” jawab Monika.
“Ok, ok, sorry…”
“Kamu nyadar nggak kalo sekarang Melati berubah banget gitu…?” Tanya Monika sekali lagi.
“Oh… itu… iya, iya, aku juga ngerasa gitu kok!” jawab Fanya.
“Emmm… ya, bener banget, aku juga ngeresa kok!” Dion tiba-tiba ikut nimbrung.
“Kira-kira kenapa ya?” Tanya Dion.
“I don’t know!” sahut Fanya.
Di dalam kamar, Melati menangis mengingat semua kenangan indah bersama Dion. Melati ingin semua itu dapat terulang kembali. Tapi dia juga tau, itu tidak mungkin terjadi. “Aku tau aku harus merelakannya. Dion dan Monika sahabatku. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku,” katanya dalam hati. “Tapi aku nggak mau kehilangan Dion. Aku nggak mau Dion jauh dari aku. Dion adalah orang yang dapat mengerti aku, bisa menerima segala kekurangan dan kelebihanku. Tapi tunggu dulu. Kenapa aku nggak suka liat Dion sama Monika? Apakah aku cemburu? Mungkinkah aku cinta dengan Dion?” beberapa pertanyaan bodoh tiba-tiba muncul dalam benak Melati.
Kemudian Melati meraih hpnya. Dia memutar lagu “Tega”. Suara Rossa yang indah mengalun dari hpnya.
Tega…… aku tau dirimu kini
Telah ada yang memiliki
Tapi bagaimanakah dengan diriku
Tak mungkinku sanggup untuk
Kehilangan dirimu
Aku tau bukan saatnya
Tuk mengharap cintamu lagi
Lagu itu seakan mewakili suasana hati Melati saat ini. Tapi kemudian dia mematikannya karena tak kuat untuk mendengarnya lagi. Hari semakin malam, setelah Melati berhenti menangis, dia tertidur.
Hari ini Melati meminta Fanya untuk menemaninya berjalan-jalan di Mall. Melati ingin melupakan kejadian semalam. Namun saat melati sedang berjalan-jalan, tiba-tiba dia melihat Dion dan Monika sedang memilih-milih buku yang ada di Mall itu. Tanpa piker panjang, Melati menghampiri Dion dan Monika. Fanya mengikuti langkah Melati dari delakang.
“Hai!” Melati menyentuh pundak Dion.
“Eh Mel, kamu disini?” Tanya Dion.
“Iya.” Jawab Melati singkat.
Setelah beberapa detik mereka terdiam, Melati mulai berbicara lagi.
“Cyaelah… selamay ya Yon, kamu udah dapet pasangan baru, kemana-mana bareng, sampai-sampai sahabatnya sendiri dilipain,” kata Melati dengan nada sedih.
“Mel? Kamu ngomong apa sih?” Tanya Dion bingung.
“Kamu udah lupakan sama aku.”
“Nggak kok!” kata Dion.
“Bohong! Buktinya, sekarang kamu udah nggak pernah lagi main sama aku. Bodoh banget kalo aku berpikir kamu sahabat yang baik. Ternyata aku salah!”
“Heh?” Dion masih bingung.
“Dion, aku bener-bener kehilangan kamu sejak kamu pacaran sama Monika. Kamu nggak pernah lagi memikirkanku. Dion aku sayang sama kamu, aku nggak mau kamu pergi dari hidupku.”
Dion kaget mendengarnya, namun Melati tidak member Dion kesam patan untuk berbicara. Melati langsung melanjutkan lagi kata-katanya.
“Tapi sekarang aku tau. Kamu ndah punya Monika. Kamu nggak butuh aku lagi sekarang. Dan aku janji aku nggak akan ganggu hubunganmu dengan Monika. Aku seneng liat kamu bahagia, dan jika ini yang membuatmu bahagia, aku akan pergi. Pergi dan nggak akan pernah kembali lagi.”
“Mel, kamu salah… aku nggak bermaksud kaya gitu,” kata Dion.
Belum sempat Dion melanjutkan kata-katanya, Melati sudah berlari meninggalkan Dion dan kedua sahabatnya yang sedari tadi bungkam mendengarkan percakapan Dion dan Melati.
Melati terus berlari, dia tidak ,memperhatikan keadaan sekitarnya. Saat dia menyebrang jalan, tiba-tiba ada mobil yang melesat cepat dari arah kanan dan akhirnya “BRRAAAKK!!!!” mobil itu berhasil merenggut nyawa Melati.
Beberapa hari setelah kematian Melati, Dion mengunjungi makamnya sambil membawa sekeranjang bunga melati.
“Hai Mel, ini aku Dion,” sapa Dion. “Aku kesini untuk minta maaf sama kamu. Maaf karena aku udah cuek sama kamu, maaf karena aku udah nyakiti perasaanmu, maaf karena… aku nggak bisa buat kamu bahagia. Aku nyesel udah memperlakukanmu seperti itu, aku harap kamu mau maafin aku, walaupun aku tau, ini semua sudah terlambat,” Dion menghela nafas lemudian dia melanjutka kata-katanya lagi. “Mel, kamu akan tetap jadi sahabatku. Sahabat yang terbaik untukku. Walaupun kamu udah nggak ada lagi disini, tapi semua kenangan tentangmu akan aku simpan baik-baik dalam ingatan dan hatiku Aku nggak akan pernah melupakanmu. I LOVE YOU MELATI, YOU ARE MY BEST FRIEND.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Dion pergi meninggalkan makam Melati.
0 komentar